Jagalah Lisanmu

20.38 Posted In Edit This 0 Comments »
Telah bersabda Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam:
 
اِذَا قَلَّ الْعِلْمُ ظَهَرَ الْجَفَا وَاِذَا قَلَّتِ اْلآثَارُ كَثُرَتِ اْلاَهْوَاءُ وَلِهَذَا تَجِدُ قَوْمًا كَثِيْرِيْنَ يُحِبُّوْنَ قَوْمًا وَيَبْغَضُوْنَ قَوْمًا لاَجْلِ اَهْوَاءٍ لاَيَعْرِفُوْنَ مَعْنَاهَا وَلاَ دَلِيْلَهَابَلْ يُوَالُوْنَ عَلَى اِطْلاَقِهَا اَوْ يُعَادُوْنَ مِنْ غَيْرِ اَنْ تَكُوْنَ مَنْقُوْلَةً نَقْلاً صَحِيْحًا عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَسَلَّمَ وَسَلَفِ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَكُوْنُوْا هُمْ يَعْقِلُوْنَ مَعْنَاهَا وَلاَ يَعْرِفُوْنَ لاَزِمَهَا وَمَقْتَضَاهَا. رواه مالك
 
 
"Apabila (seseorang) kurang berilmu akan (mudah) menimbulkan perasaan benci dan tuduhan salah (kepada orang lain).  Dan jika pengetahuan tentang athar (hadith dan perbuatan sahabat) hanya sedikit, akan ramai yang mengikut hawa nafsu.  Berasal  dari yang demikian itu, akan engkau temui suatu kaum (kumpulan) yang ramai mencintai (menyebelahi) kaum (kumpulan) yang lain hanya atas dasar hawa nafsu (bukan atas dasar kebenaran al-Quran atau al-Hadith) kerana tidak mengetahui (ilmu)nya dan dalilnya.  Sedangkan mereka mendukung atau memusuhi (satu kumpulan) tanpa mengikut (landasan) hadith yang sahih dari Nabi dan dari Salaf ummah ini, mereka tidak mengetahui makna (al-Quran dan al-Hadith) dan tidak mengetahui apa yang dikehendaki (oleh hadith) tersebut dan tidak tahu untuk mempraktikkannya".   H/R Imam Malik.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِيَّاكُمْ وَالظَّنِّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَحَسَّسُوْا وَلاَ تَنَافَسُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابِرُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا

 
"Dari Abi Hurairah berkata: Bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam: Aku peringatkan kamu dari prasangka sesungguhnya prasangka itu adalah bisikan yang paling bohong.  Dan janganlah kamu mencari-cari rahasia (kelemahan, ke’aiban dan keburukan saudaranya), janganlah berpresangka  (yang bukan-bukan), janganlah kamu melakukan pertengkaran, jangan berhasad (dengki), jangan saling membenci , janganlah membelakangkan (saudaramu seagama).  Dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara".  H/R al-Bukhari.
 

عَنْ حَارِثَةِ بْنِ النُّعْمَان قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاَثٌ لاَزِمٌ ِلاُمَّتِى : اَلطِّيَرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُ الظَّنِّ. فَقَالَ : وَمَا يُذْهِبُهُنَّ يَارَسُوْلَ اللهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيْهِ ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَا حَسَدَ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ وَاِذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقْ وَاِذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ

 
"Dari Haritha bin an-Nukman berkata:  Bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam: Tiga perkara yang sentiasa ada pada umatku:  Kepercayaan dengan ramalan  sial.  Hasad/ dengki.  Prasangka buruk .  Beliau bertanya:   Apakah yang dapat menghilangkan dari itu (semua) wahai Rasulullah bagi orang yang telah ada pada dirinya perkara-perkara tersebut?   Baginda bersabda:  Apabila berhasad dengki mintalah ampun, apabila berprasangka buruk  janganlah diteruskan dan apabila mempercayai tataiyur( ramalan sial )  hendaklah dihapuskan".  H/R at-Tabrani.
عَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ :  وَلاَ تَظُنُّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ اَخِيْكَ الْمُؤْمِنِ اِلاَّ خَيْرًا.
 
"Dari Umar bin Al-Khatab beliau berkata:  Janganlah kamu berprasangka (buruk) dengan kalimat   yang keluar dari (mulut) saudara kamu yang mukmin kecuali yang baik".  Lihat Tafsir Ibn Kathir, jld. 4, m/s 271.



Imam Sa’id al-Musayyib rahimahullahu berkata :

ليس من عالم ولا شريف ولا ذوفضل إلا وفيه عيب ولكن من الناس من لاينبغي أن تذكر عيوبه زمن كان فضله أكثر من نقصه ذهب نقصه لفضله.

“Tidak ada seorang alim pun, ataupun seorang yang mulia dan memiliki keutamaan, melainkan ia pasti memiliki cela. Akan tetapi ada sebagian manusia yang tidaklah sepatutnya mereka menyebutkan cela-cela para ulama ini. Barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak dariada kekurangannya, niscaya hilanglah kekurangannya karena banyaknya keutamaannya.”[ Disebutkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr di dalam at-Tamhid (III/283); melalui perantaraan Aqwaal wa Fatawa (op.cit.) hal. 9.]

قال الإمام أبو حاتم بن حبان البستي في كتابه روضة العقلاء ونزهة الفضلاء (ص:45): " الواجب على العاقل أن يلزم الصمت إلى أن يلزمه التكلم، فما أكثر من ندم إذا نطق، وأقل من يندم إذا سكت، وأطول الناس شقاءً وأعظمهم بلاءً من ابتلي بلسان مطلق، وفؤاد مطبق ".

Imam Abu Hatim bin Hibbaan Al Busty berkata dalam kitabnya Raudhatul 'uqalaa' halaman (45): Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat bahwa ia selalu diam sampai datang waktunya untuk berbicara, betapa banyaknya orang yang menyesal setelah ia berbicara, dan sedikit orang yang menyesal apabila ia diam, orang yang paling panjang penderitaanya dan paling besar cobaanya adalah orang yang memiliki lidah yang lancang dan hati yang terkatup.

"، ونقل عن بعضهم أنه قال: " لو كنتم تشترون الكاغد للحفظة لسكتم عن كثير من الكلام ".

Dinukil dari sebagian ulama: jikalau seandainya kalian yang membelikan kertas untuk malaikat yang mencatat amalan, sesungguhnya kalian akan memilih lebih banyak diam dari pada banyak bicara.


وقال أيضاً (ص:47): " الواجب على العاقل أن يُنصف أذنيه من فيه، ويعلم أنه إنما جُعلت له أذنان وفم واحدٌ ليسمع أكثر مما يقول؛ لأنه إذا قال ربما ندم، وإن لم يقل لم يندم، وهو على رد ما لم يقل أقدر منه على رد ما قال، والكلمة إذا تكلم بها ملكته، وإن لم يتكلم بها ملكها ".

Dan ia (Ibnu Hibbbaan) berkata lagi dalam kitabnya tersebut, halaman (47): ?Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat bahwa ia lebih banyak mempergunakan telinganya dari pada mulutnya, untuk ia ketahui kenapa dijadikan untuknya dua buah telinga satu buah mulut, supaya ia lebih banyak mendengar dari pada berbicara, karena apabila berbicara ia akan menyesalinya, tapi bila ia diam ia tidak akan menyesal, sebab menarik apa yang belum diucapkannya lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah diucapkannya, perkataan yang telah diucapkannya akan mengikutinya selalu, sedangkan perkataan yang belum diucapkannya ia mampu mengendalikannya.

وقال أيضاً (ص:49): " لسان العاقل يكون وراء قلبه، فإذا أراد القول رجع إلى القلب، فإن كان له قال: وإلا فلا، والجاهل قلبه في طرف لسانه، ما أتى على لسانه تكلم به، وما عقل دينه من لم يحفظ لسانه ".

Imam Ibnu Hibbaan berkata lagi masih dalam kitabnya tersebut, halaman (49): Orang yang berakal sehat lidahnya dibelakang hatinya, apabila ia ingin berbicara, ia kembalikan kepada hatinya, jika hal itu baik untuknya baru ia bicara, jikalau tidak maka ia tidak bicara, orang yang dungu (tolol) hatinya dipenghujung lidahnya, apa saja yang lewat diatas lidahnya ia ucapkan, tidaklah paham tentang agama orang yang tidak bisa menjaga lidahnya.


، قال الحافظ ابن رجب في شرحه من كتابه جامع العلوم والحكم [2/147]فمن زرع خيراً من قول أو عمل حصد الكرامة، ومن زرع شراً من قول أو عمل حصد غدا الندامة ".

Al Hafiz Ibnu Rajab mensyarahkan hadits tersebut dalam kitabnya Jami'ul 'Ulum wal Hikam (2/147): barangsiapa yang menabur kebaikan baik berupa perkataan ataupun perbuatan ia akan menuai kemulian, sebaliknya barangsiapa yang menabur kejelekkan baik berupa perkataan ataupun perbuatan ia akan menuai penyesalan.

ونقل [2/149] عن يونس بن عبيد أنه قال: " ما رأيت أحداً لسانه منه على بال إلا رأيت ذلك صلاحاً في سائر عمله "،

Kemudian Ibnu Rajab menukil sebuah perkataan dari Yunus bin Ubaid, sesungguhnya ia berkata: Tidak seorangpun yang aku lihat yang lidahnya selalu dalam ingatannya, melainkan hal tersebut berpengaruh baik terhadap seluruh aktivitasnya.

وعن يحيى بن أبي كثير أنه قال: " ما صلح منطقُ رجل إلا عرفت ذلك? في سائر عمله، ولا فسد منطق رجل قط إلا عرفت ذلك في سائر عمله ".
Diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsrir, bahwa ia berkata: tidak aku temui seorangpun yang ucapannya baik melainkan hal tersebut terbukti dalam segala aktivitasnya, dan tidak seorangpun yang ucapannya jelek melainkan terbukti pula hal tersebut dalam segala aktivitasnya.

قال الحافظ المنذري في الترغيب والترهيب [1/65] تعليقاً على حديث " إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من إحدى ثلاث ... " الحديث، قال: " وناسخ العلم النافع له أجره وأجر من قرأه أو نسخه أو عمل به من بعده ما بقي خطه والعمل به؛ لهذا الحديث وأمثاله، وناسخ غير النافع مما يوجب الإثم، عليه وزره ووزر من قرأه أو نسخه أو عمل به من بعده ما بقي خطه والعمل به؛ لما تقدم من الأحاديث { من سن سنة حسنة أو سيئة }، والله اعلم ".

Berkata Al Hafiz Ibnu Munzir dalam kitabnya Attarghib wa Attarhiib (1/65) dalam mengomentari hadits:

((إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثَ ....)).

Apabila anak adam meninggal maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga hal 
Ia (Ibnu Munzir) berkata : Orang yang mencatat ilmu yang berguna baginya pahala dan pahala orang yang membacanya atau orang menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada, sebaliknya orang yang menulis hal yang tidak bermanfaat adalah diantara sesuatu yang mewajibkan dosa, baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hdits yang telah berlalu diantaranya hadits:

((مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً )).

Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik atau yang jelek, hanya Allah yang maha tahu

0 komentar: